Blog ini merupakan publikasi pemikiran saya terhadap berbagai persoalan mengenai hukum dan kaitannya dengan masalah ekonomi, sosial, politik, budaya, serta filsafat. Materi dalam blog ini mungkin tampak sederhana, namun dari kesederhanaan inilah saya berupaya untuk dapat menulis secara aktif, substantif, dan filosofis dengan mengdepankan keorisinalitasan karya. Saya meyakini bahwa banyak keserdahanaan yang melahirkan karya-karya agung yang fenomenal dan monumental.
ASSALAMU'ALAIKUM WR.WB.
SELAMAT DATANG DI BLOG PEMIKIRANREDI
"MENAWARKAN PERSPEKTIF KRITIS MELALUI PERPADUAN FILSAFAT, TEORI, DAN DOGMATIKA"
Senin, 04 Juli 2016
SAATNYA KANTOR STAF PRESIDEN DIBUBARKAN
Dr. Ahmad Redi, S.H.,M.H
(Pengajar Fakultas Hukum Universitas Tarumanagara, Doktor Hukum dari Universitas Indonesia)
Pemerintah saat ini sedang melakukan kajian untuk melakukan penataan atas keberadaan lembaga nonstruktural (LNS) yang dianggap tidak efisien dan efektif. Berdasarkan data dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi terdapat sekitar 22 LNS yang dipertimbangkan untuk dibubarkan. Semangat penataan tersebut perlu didukung kerena penataan kelembagaan merupakan bagian dari reformasi birokrasi yang bertujuan untuk mengatasi permasalahan organisasi pemerintahan yang belum tepat guna dan teapt ukuran (right sizing). Bila tidak ditangani secara cepat dan tepat maka potensi pemborosan anggaran dan sumber daya manusia, serta tumpang tindih kewenangan antarlembaga akan terjadi. Sesungguhnya potensi pemborosan anggaran dan sumber daya manusia, dan tumpang tindih kewenangan yang akan melahirkan ketegangan antarlembaga terjadi pada Kantor Staf Presiden (KSP).
Benturan Kewenangan KSP
Benturan kewenangan KSP terjadi dalam dua aspek, yaitu benturan di internal lembaga kepresidenan dan benturan di eksternal lembaga kepresidenan. Di internal lembaga kepresidenan, secara organisasi terdapat beberapa organisasi yang langsung berada di bawah Presiden dan Wakil Presiden yang berada di lingkungan istana, yaitu Kementerian Sekretaris Negara (Kemsetneg), Sekretaris Kabinet (Setkab), dan Kantor Staf Kepresidenan (KSP). Di bawah ketiga lembaga tersebut terdapat pula satuan kerja yang sangat beragam. Dalam organisasi Kenmsetneg yang berada di bawah Mensesneg setidaknya terdapat satuan kerja berupa Sekretariat Kementerian, Sekretariat Presiden, Sekretariat Wakil Presiden, Sekretariat Militer Presiden, pada Deputi, dan Staf Ahli. Sedangkan dibawah Sekretaris Kabinet terdapat Wakil Sekretaris Kabinet, para Deputi, Staf Ahli, Inspektorat, Pusat Data dan Teknologi Informasi. Sedangkan di bawah KSP terdapat para Deputi, Taf Khusus, dan tenaga profesional.
Ketiga lembaga tersebut memiliki tugas pokok dan fungsi organisasi yang terkait satu sama lain. Kemsetneg memiliki tugas menyelenggarakan dukungan teknis dan administrasi serta analisis urusan pemerintahan di bidang kesekretariatan negara untuk membantu Presiden dan Wakil Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara (Pasal 2 Perpres No.24 Tahun 2015), Setkab memiliki tugas memberikan dukungan pengelolaan manajamen kabinet kepada Presiden dan Wakil Presiden dalam penyelenggaraan pemerintahan (Pasal 2 Perpres No.25 Tahun 2015), KSP memiliki tugas menyelenggarakan pemberian dukungan kepada Presiden dan Wakil Presiden dalam melaksanakan pengendalian program-program prioritas nasional, komunikasi politik, dan pengelolaan isu strategis.
Secara gramatikal, formulasi ketiga lembaga tersebut terlihat berbeda, namun bila ditelusuri secara substansi antara KSP dan Sekretaris Kabinet terutama bila dianalisis lebih jauh mengenai kelembagaan Setkab, akan terlihat benturan organisasi kedua lembaga ini. Pertama, berdasarkan Konsideran Menimbang Perpres No.25 Tahun 2015, Setkab dibentuk dengan pertimbangan dalam rangka peningkatan efektivitas pemberian dukungan staf, analisis, dan pemikiran kepada Presiden dan Wapres dalam penyelenggaraan pemerintahan. Selanjutnya, organisasi Setkab terdiri atas para Deputi, diantaranya Deputi Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Deputi Bidang Perekonomian, Deputi Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, dan Deputi Bidang Kemaritiman. Para Deputi tersebut sebagaimana diatur dalam Pasal 3 Pepres No.25 Tahun 2015, antara lain bertugas melakukan: a. perumusan dan analisis atas rencana kebijakan dan program pemerintah di bidang politik, hukum, keamanan, perekonomian, pembangunan manusia, kebudayaan, dan kemaritiman; b. penyiapan pendapat atau pandangan dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan di bidang politik, hukum, keamanan, perekonomian, pembangunan manusia, kebudayaan, dan kemaritiman; c. pengawasan pelaksanaan kebijakan dan program pemerintah di bidang politik, hukum, keamanan, perekonomian, pembangunan manusia, kebudayaan, dan kemaritiman.
Lalu apa bedanya dengan KSP yang dibentuk dalam rangka meningkatkan kelancaran pengendalian program-program prioritas nasional, penyelenggaraan komunikasi politik kepresidenan, pengelolaan isu strategis (Pasal 2 Perpres 26 Tahun 2015). Setkab dengan tugas sebagaimana diatur Perpres No.25 Tahun 2015 sejatinya juga melakukan itu. Kemudian apa dasar suatu program ditetapkan menjadi prioritas nasional sehingga menjadi kewenangan KSP? Berdasarkan kewenangan dalam Perpres No.25 Tahun 2015, secara gelondongan Setkab pun mampu melakukan pengendalian program-program baik terkait program prioritas ataupun tidak prioritas. Jelas terlihat tumpang tindih kewenangan KSP dan Setkab. Lalu, apakah untuk melakukan pengelolaan isu strategis diperlukan suatu lembaga selevel LNS? Apakah untuk komunikasi politik kepresidenan perlu dibuat suatu selevel LNS? Dari perspektif reformasi birokrasi, tugas tersebut dapat diselesaikan di level eselon I yang telah tersebar di Setkab.
Belum lagi apabila eksistensi KSP dibenturkan secara eksternal (di luar lembaga kepresidenan) dengan keberadaan Kementerian-kementerian Koordinator sesuai Pasal 14 UU No. 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara bahwa kementerian koordinator dibentuk oleh Presiden untuk kepentingan sinkronisasi dan koordinasi urusan kementerian. Secara regulasi dan praktik, Kementerian koordinator pun telah memiliki fungsi pengendalian sebagaimana misalnya diatur dalam Pasal 2 Perpres No.8 Tahun 2015 tentang Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, yaitu Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian mempunyai tugas menyelenggarakan koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian urusan Kementerian dalam penyelenggaraan pemerintahan di bidang perekonomian. Artinya, keberadaan KSP pun mendagradasi fungsi kantor kementerian koordinator yang dapat ditafsirkan secara sistematikan hukum bahwa levelnya lebih tinggi dibandingkan KSP karena pembentukan kementerian koordinator berdasarkan UU No.39 Tahun 2008.
Bubarkan KSP
Penataan kelembagaan termasuk di lembaga kepresidenan harus dilakukan secara cepat dan segara, khususnya mengenai KSP. Mengingat saat ini kelembagaan Kemsetneg dan Setkab sudah cukup ideal. KSP sebaiknya dibubarkan. Efisiensi anggaran dan sumber daya manusia serta efektifitas ketatalaksanaan penyelenggaraan pemerintahan karena potensi gesekan antara lembaga dapat diminimalisasikan apabila KSP bubar. Saat ini, biarkan Kemsetneg dan Setkab yang menjadi pembantu Presiden dan Wapres di lingkungan kepresidenan, baik teknis, administrasi, dan substansi di ‘pintu terakhir’ sebelum Presiden dan Wapres mengambil keputusan dan/atau tindakan.
Selain itu, pengangkatan Luhut Binsar Panjaitan menjadi Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan di Kabinet Kerja merangkap sebagai Kepala KSP sungguh tidak efektif. Presiden tidak perlu mencarikan pengganti Luhut mengingat publik memahami bahwa pengangkatan Luhut sebagai Kepala KSP dalam rangka memperkuat fungsi Presiden Jokowi dan mencarikan tempat bagi Luhut sebagai salah satu penyokong kesuksesan Jokowi sebagai Presiden. Presiden Jokowi mengangkat Luhut dalam kapasitas perorangan Luhut dan saat itu dicarikanlah pos baru di pemerintahan yang layak untuk Luhut diantara pertarungan kepentingan partai pengusung dalam menempatkan orangnya di Kabinet. Artinya dengan diangkatnya Luhut sebagai Menkopolhukam, maka pos lama Luhut yang sengaja dibentuk untuk ‘menempatkan’ yang sebelumnya tidak terangkut di Kabinet Kerja pra-reshuffle. Untuk itu, KSP pasca Luhut menjadi Menkopolhukam pun harusnya juga dihilangkan.
Akhirnya, secara sederhana berdasarkan cost benefit analysis of law, keberadaan KSP lebih banyak menimbulkan kerugian daripada kemanfaatannnya bagi pemerintah. KSP tentu memerlukan dukungan pendanaan dalam program-programnya dan sumber daya manusia yang banyak padahal telah ada lembaga lain yang juga memiliki kewenangan yang sama yang juga melakukan tugas pokok dan fungsi yang sama dengan KSP yang telah ajeg yaitu Setkab dalam rangka filter terakhir rencana tindakan dan/atau keputusan Presiden, pengelolaan kebijakan termasuk kebijakan strategis, dan komunikasi politik Presiden, serta keberadaaan para menteri koordinator dalam rangka pengendalian, sinkromisasi, dan koordinasi antarmenteri dalam pelaksanaan program-program pemerintahan termasuk program strategis pemerintahan. Terlabih saat ini Pramono Anung yang ditunjuk sebagai Sekretaris Kabinet merupakan sosok kuat untuk mengerjakan juga apa-apa yang sebelumnya akan dikerjakan oleh KSP.
---
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar